Rabu, 05 Desember 2012

Pantai Siung


Pantai Siung merupakan pantai yang terletak di kabupaten Wonosari Yogyakarta dan merupakan satu dari banyak pantai yang dimiliki oleh daerah tersebut. Pantai Siung memiliki daya tarik tersendiri bagi anda penyuka wisata pantai.

Pantai Siung memang tidak terlalu besar dibandingkan dengan pantai-pantai yang ada di Yogyakarta, seperti pantai Parangtritis atau pantai Parangkusumo. Namun pantai Siung memiliki keindahan yang tidak dimiliki oleh kedua pantai tersebut. Dengan kondisi pantai yang masih alami, warna laut yang terlihat biru dan pasirnya yang indah membuat pantai ini wajib menjadi tujuan wisata alam saat berkunjung ke Wonosari. Di Pantai Siung kita bisa melihat kupu-kupu yang masih terbang bebas, ekor panjang diatas tebing batu dan ikan-ikan laut yang bisa dilihat dengan mata telanjang.







Senin, 03 Desember 2012

Dataran Tinggi Dieng

Dieng adalah kawasan dataran tinggi di Jawa Tengah, yang masuk wilayah Kabupaten Banjarnegara dan Kabupaten Wonosobo. Letaknya berada di sebelah barat kompleks Gunung Sindoro dan Gunung Sumbing.
Dieng adalah kawasan vulkanik aktif dan dapat dikatakan merupakan gunung api raksasa dengan beberapa kepundan kawah. Ketinggian rata-rata adalah sekitar 2.000m di atas permukaan laut. Suhu berkisar 15—20 °C di siang hari dan 10 °C di malam hari. Pada musim kemarau (Juli dan Agustus), suhu udara dapat mencapai 0 °C di pagi hari dan memunculkan embun beku yang oleh penduduk setempat disebut bun upas ("embun racun") karena menyebabkan kerusakan pada tanaman pertanian.
Secara administrasi, Dieng merupakan wilayah Desa Dieng Kulon, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara dan Dieng ("Dieng Wetan"), Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo. Wilayah ini merupakan salah satu wilayah paling terpencil di Jawa Tengah.

Candi Tegowangi

Candi Tegowangi merupakan candi yang terletak di Desa Tegowangi Kecamatan Plemahan, Kabupaten Kediri, Jawa Timur, Indonesia.
Menurut Kitab Pararaton, candi ini merupakan tempat Pendharmaan Bhre Matahun. Sedangkan dalam kitab Negarakertagama dijelaskan bahwa Bhre Matahun meninggal tahun 1388 M. Maka diperkirakan candi ini dibuat pada tahun 1400 M dimasa Majapahit karena pendharmaan seorang raja dilakukan 12 tahun setelah raja meninggal dengan upacara srada.

Bentuk

Secara umum candi ini berdenah bujursangkar menghadap ke barat dengan memiliki ukuran 11,2 x 11,2 meter dan tinggi 4,35 m. Pondasinya terbuat dari bata sedangkan batu kaki dan sebagian tubuh yang masih tersisa terbuat dari batu andesit. Bagian kaki candi berlipit dan berhias. Tiap sisi kaki candi ditemukan tiga panel tegak yang dihiasi raksasa (gana) duduk jongkok; kedua tangan diangkat ketas seperti mendukung bangunan candi. Di atasnya terdapat tonjolan - tonjolan berukir melingkari candi di atas tonjolan terdapat sisi genta yang berhias.
Pada bagian tubuh candi di tengah-tengah pada setiap sisinya terdapat pilar polos yang menghubungkan badan dan kaki candi. Pilar-pilar itu tampak belum selesai dikerjakan. Di sekeliling tubuh candi dihiasi relief cerita Sudamala yang berjumlah 14 panil yaitu 3 panil di sisi utara, 8 panil di sisi barat dan 3 panil sisi selatan. Cerita ini berisi tentang pengruatan (pensucian) Dewi Durga dalam bentuk jelek dan jahat menjadi Dewi Uma dalam bentuk baik yang dilakukan oleh Sadewa, tokoh bungsu dalam cerita Pandawa. Sedangkan pada bilik tubuh candi terdapat Yoni dengan cerat (pancuran) berbentuk naga.
Dihalaman candi terdapat beberapa arca yaitu Parwati Ardhenari, Garuda berbadan manusia dan sisa candi di sudut tenggara. Berdasarkan arca-arca yang ditemukan dan adanya Yoni dibilik candi maka candi ini berlatar belakang agama Hindu.

Lokasi Wisata

Candi Tegowangi menepati sebuah areal yang cukup luas dan terbuka. Areal wisata arkeologi ini juga terawat dengan baik, tidak terlihat sampah bertebaran kecuali daun-daun kering pepohonan dalam jumlah yang juga tidak terlalu banyak. Didekat gerbang masuk anda akan menjumpai sebuah peternakan lebah milik penduduk setempat yang bisa dijadikan nilai tambah tersendiri saat berkunjung.



Candi Tikus

Lokasi

Candi ini terletak di kompleks Trowulan, sekitar 13 km di sebelah tenggara kota Mojokerto. Dari jalan raya Mojokerto-Jombang, di perempatan Trowulan, membelok ke timur, melewati Kolam Segaran dan Candi Bajangratu yang terletak di sebelah kiri jalan. Candi Tikus juga terletak di sisi kiri jalan, sekitar 600 m dari Candi Bajangratu.

Sejarah

Candi Tikus yang semula telah terkubur dalam tanah ditemukan kembali pada tahun 1914. Penggalian situs dilakukan berdasarkan laporan bupati Mojokerto, R.A.A. Kromojoyo Adinegoro, tentang ditemukannya miniatur candi di sebuah pekuburan rakyat. Pemugaran secara menyeluruh dilakukan pada tahun 1984 sampai dengan 1985. Nama ‘Tikus’ hanya merupakan sebutan yang digunakan masyarakat setempat. Konon, pada saat ditemukan, tempat candi tersebut berada merupakan sarang tikus.
Belum didapatkan sumber informasi tertulis yang menerangkan secara jelas tentang kapan, untuk apa, dan oleh siapa Candi Tikus dibangun. Akan tetapi dengan adanya miniatur menara diperkirakan candi ini dibangun antara abad ke-13 sampai ke-14 M, karena miniatur menara merupakan ciri arsitektur pada masa itu.

Arsitektur

Bentuk Candi Tikus yang mirip sebuah petirtaan mengundang perdebatan di kalangan pakar sejarah dan arkeologi mengenai fungsinya. Sebagian pakar berpendapat bahwa candi ini merupakan petirtaan, tempat mandi keluarga raja, namun sebagian pakar ada yang berpendapat bahwa bangunan tersebut merupakan tempat penampungan dan penyaluran air untuk keperluan penduduk Trowulan. Namun, menaranya yang berbentuk meru menimbulkan dugaan bahwa bangunan candi ini juga berfungsi sebagai tempat pemujaan.
Bangunan Candi Tikus menyerupai sebuah petirtaan atau pemandian, yaitu sebuah kolam dengan beberapa bangunan di dalamnya. Hampir seluruh bangunan berbentuk persegi empat dengan ukuran 29,5 m x 28,25 m ini terbuat dari batu bata merah. Yang menarik, adalah letaknya yang lebih rendah sekitar 3,5 m dari permukaan tanah sekitarnya. Di permukaan paling atas terdapat selasar selebar sekitar 75 cm yang mengelilingi bangunan. Di sisi dalam, turun sekitar 1 m, terdapat selasar yang lebih lebar mengelilingi tepi kolam. Pintu masuk ke candi terdapat di sisi utara, berupa tangga selebar 3,5 m menuju ke dasar kolam.
Di kiri dan kanan kaki tangga terdapat kolam berbentuk persegi empat yang berukuran 3,5 m x 2 m dengan kedalaman 1,5 m. Pada dinding luar masing-masing kolam berjajar tiga buah pancuran berbentuk padma (teratai) yang terbuat dari batu andesit.
Tepat menghadap ke anak tangga, agak masuk ke sisi selatan, terdapat sebuah bangunan persegi empat dengan ukuran 7,65 m x 7,65 m. Di atas bangunan ini terdapat sebuah ‘menara’ setinggi sekitar 2 m dengan atap berbentuk meru dengan puncak datar. Menara yang terletak di tengah bangunan ini dikelilingi oleh 8 menara sejenis yang berukuran lebih kecil. Di sekeliling dinding kaki bangunan berjajar 17 pancuran (jaladwara) berbentuk bunga teratai dan makara.
Hal lain yang menarik ialah adanya dua jenis batu bata dengan ukuran yang berbeda yang digunakan dalam pembangunan candi ini. Kaki candi terdiri atas susunan bata merah berukuran besar yang ditutup dengan susunan bata merah yang berukuran lebih kecil. Selain kaki bangunan, pancuran air yang terdapat di candi inipun ada dua jenis, yang terbuat dari bata dan yang terbuat dari batu andesit.
Perbedaan bahan bangunan yang digunakan tersebut menimbulkan dugaan bahwa Candi Tikus dibangun melalui tahap. Dalam pembangunan kaki candi tahap pertama digunakan batu bata merah berukuran besar, sedangkan dalam tahap kedua digunakan bata merah berukuran lebih kecil. Dengan kata lain, bata merah yang berukuran lebih besar usianya lebih tua dibandingkan dengan usia yang lebih kecil. Pancuran air yang terbuat dari bata merah diperkirakan dibuat dalam tahap pertama, karena bentuknya yang masih kaku. Pancuran dari batu andesit yang lebih halus pahatannya diperkirakan dibuat dalam tahap kedua. Walaupun demikian, tidak diketahui secara pasti kapan kedua tahap pembangunan tersebut dilaksanakan.

Candi Penataran

Candi Penataran atau Candi Panataran atau nama aslinya adalah Candi Palah adalah sebuah gugusan candi bersifat keagamaan Hindu Siwaitis yang terletak di Desa Penataran, Kecamatan Nglegok, Kabupaten Blitar, Jawa Timur. Candi termegah dan terluas di Jawa Timur ini terletak di lereng barat daya Gunung Kelud, di sebelah utara Blitar, pada ketinggian 450 meter di atas permukaan laut. Dari prasasti yang tersimpan di bagian candi diperkirakan candi ini dibangun pada masa Raja Srengga dari Kerajaan Kadiri sekitar tahun 1200 Masehi dan berlanjut digunakan sampai masa pemerintahan Wikramawardhana, Raja Kerajaan Majapahit sekitar tahun 1415.
Dalam kitab Desawarnana atau Nagarakretagama yang ditulis pada tahun 1365, Candi ini disebut sebagai bangunan suci "Palah" yang dikunjungi Raja Hayam Wuruk dalam perjalanan kerajaan bertamasya keliling Jawa Timur.[1]
Pada tahun 1995 candi ini diajukan sebagai calon Situs Warisan Dunia UNESCO dalam daftar tentatifnya.[2]



Sabtu, 24 November 2012

Kepulauan Biawak


Kepulauan Biawak adalah sebuah pulau yang terletak di Laut Jawa di Kabupaten Indramayu Jawa Barat. Pulau Biawak terletak di sebelah utara semenanjung Inrdamayu sekitar 40 kilometer dari pantai utara Indramayu, dan secara administratif termasuk ke dalam wilayah kecamatan IndramayuKabupaten Indramayu.
Kepulauan Biawak, terdiri atas tiga buah pulau, yaitu:
  • Pulau Biawak
  • Pulau Candikian
  • Pulau Gosong

Pulau biayawak adalah salah satu tempat pariwisata yang menarik untuk dikunjungi. Daratan seluas 120 hektar ini juga kaya dengan tanaman bakau yang hijau dan rapat dipandang dari ketinggian. Nama kepulauan ini diambil dari banyaknya satwa biawak yang hidup di kepulauan ini.
Kepulauan ini dapat ditempuh sekitar 3 sampai dengan 4 jam menggunakan perahu motor dari pelabuhan Karangsong, Indramayu, Indramayu. Pulau ini terkenal sebagai objek wisata bahari dengan taman laut dan ikan hias yang indah serta terumbu karang yang asri.







Pulau Ketapang


Gili/Pulau Ketapang adalah sebuah desa dan pulau kecil di Selat Madura, tepatnya 8 km di lepas pantai utara Probolinggo. Secara administratif, pulau ini termasuk wilayah Kecamatan SumberasihKabupaten ProbolinggoJawa Timur.
Luas wilayahnya sekitar 68 ha, dan jumlah penduduknya 7.600 jiwa (2004), yang sebagian besar adalah Suku Madura dan bermata pencaharian sebagai nelayan. Penduduk pulau ini dikenal relatif makmur. Gili Ketapang merupakan salah satu tujuan wisata alam di Kabupaten Probolinggo. Pulau terebut dihubungkan dengan Pulau Jawa dengan perahu motor melalui Pelabuhan Tanjung Tembaga,Kota Probolinggo, dengan waktu tempuh sekitar 30 menit.
Menurut legenda setempat, pulau ini dulunya menyatu dengan daratan Desa Ketapang (Pulau Jawa), yang kemudian secara gaib bergerak lamban ke tengah laut, karena gempa yang dahsyat akibat letusan Gunung Semeru. Nama Gili Ketapang berasal dari bahasa Maduragili yang artinya mengalir, dan Ketapang merupakan nama asal desa tersebut.